Minggu, 04 Oktober 2015

Mikroalga Sumber Energi Alternatif Masa Depan

Mikroalga adalah mikroorganisme nabati yang hidup melayang-layang dalam air, relatif tidak mempunyai daya gerak sehingga keberadaannya dipengaruhi oleh gerakan air serta mampu berfotosintesis

Mikroalga umumnya bersel satu atau berbentuk benang, sebagai tumbuhan dan dikenal sebagai fitoplankton. Fitoplankton memiliki zat hijau daun (klorofil) yang berperan dalam fotosintesis untuk menghasilkan bahan organik dan oksigen dalam air.

Sebagai dasar mata rantai pada siklus makanan di laut, fitoplankton menjadi makanan alami bagi zooplankton baik masih kecil maupun yang dewasa. Selain itu juga dapat digunakan sebagai indikator kesuburan suatu perairan.

Namur fitoplankton tertentu mempunyai peran menurunkan kualitas perairan laut apabila jumlahnya berlebihan. Contoh kelas Dinoflgellata tubuhnya memiliki kromatopora yang menghasilkan toksin (racun), dalam keadaan blooming dapat mematikan ikan.

Dewasa ini fitoplankton telah banyak dimanfaattkan untuk berbagai keperluan manusia antara lain bidang :

1. Bidang perikanan
Sebagai makanan larva ikan, dilakukan melalui isolasi untuk mendapatkan satu spesies tertentu, misalnya Skeletonema. Kemudian dibudidayakan pada bak-bak terkontrol pada usaha pembibitan ikan untuk keperluan makanan larva ikan

2. Industri farmasi dan makanan suplemen
Fitoplankton mempunyai kandungan nutrisi yang tinggi digunakan sebagai makanan suplemen bagi penderita gangguan pencernaan dan yang membutuhkan energi tinggi. Contoh produk yang beredar dari jenis Chlorella.

3. Pengolahan limbah logam berat
Dalam pengolahan limbah logam berat fitoplainkton dapat digunakan untuk mengikat logam dari badan air dan mengendapkannya pada dasar kolam. Sehingga logam dalam air menjadi berkurang

4. Sumber energi alternatif biodiesel
Biomassa mikroalga selain mengandung protein, karbohidrat dan vitamin juga mengandung minyak. Bahkan jenis mikroalga tertentu, misal Botrycoccus braunii memiliki kandungan minyak yang komposisinya mirip seperti tanaman darat dengan jumlah yang lebih tinggi bila dibanding dengan kandungan minyak pada kelapa, jarak dan sawit.

Budidaya dan pemanfaatan mikroalga untuk tujuan komersial telah berkembang dengan pesat dan seiring dengan munculnya krisis energi yang diakibatkan oleh mahalnya bahan bakar fosil, maka penelitian untuk menggunakan mikroalga sebagai sumber energi alternatif, intensif dilakukan para peneliti mulai awal tahun 1980an.


Mikroalga Sebagai Sumber Energi Alternatif

Mikroalga memiliki kandungan minyak yang komposisinya mirip seperti tanaman darat, bahkan untuk jenis tertentu mempunyai kandungan minyak cukup tinggi melebihi kandungan minyak tanaman darat, seperti kelapa, jarak dan sawit.

Mikroalga seperti Botrycoccus braunii, Dunaliella salina, Chlorella vulgaris, Monalanthus sauna mempunyai kandungan minyak berkisar 40 - 85% (sementara untuk kelapa hanya mengandung minyak sekitar 40 - 55%, jarak mempunyai kandungan minyak 43 - 58% , dan untuk sawit berkisar 45 - 70%. (Borowitzka, 1998) dan (Pootet, 2006).

Semua jenis alga memiliki komposisi kimia sel yang terdiri dari protein, karbohidrat, lemak (fatty acids) dan nucleic acids. Persentase keempat komponen tersebut bervariasi tergantung jenis alga. Ada jenis alga yang memiliki komponen fatty acids lebih dari 40%.

Dan komponen fatty acids inilah yang akan diekstraksi dan diubah menjadi biodiesel.
Secara teoretis, produksi biodiesel dari alga dapat menjadi solusi yang realistik untuk mengganti solar.

Hal ini karena tidak ada feedstock lain yang cukup memiliki banyak minyak sehingga mampu digunakan untuk memproduksi minyak dalam volume yang besar. Tumbuhan seperti kelapa sawit dan kacang-kacangan membutuhkan lahan yang sangat luas untuk dapat menghasilkan minyak supaya dapat mengganti kebutuhan solar dalam suatu negara.

Hal ini tidak realistik dan akan mengalami kendala apabila diimplementasikan pada negara dengan luas wilayah yang kecil.
Berdasarkan perhitungan, pengolahan alga pada lahan seluas 10 juta acre (1 acre =0.4646 ha) mampu menghasilkan biodiesel yang akan dapat mengganti seluruh kebutuhan solar di Amerika Serikat (Oilgae.com, 26/12/2006).

Luas lahan ini hanya 1% dari total lahan yang sekarang digunakan untuk lahan pertanian dan padang rumput (sekitar 1 milliar acre). Diperkirakan alga mampu menghasilkan minyak 200 kali lebih banyak dibandingkan dengan tumbuhan penghasil minyak (kelapa sawit, jarak pagar, dan lain-lain) pada kondisi terbaiknya.


Hasil riset National Renewable Energy Laboratory Colorado menunjukkan bahwa untuk luasan areal yang sama mikroalga dapat menghasilkan minyak 30 kali lebih banyak dibandingkan tanaman darat. Hasil penelitian Shifrin pada tahun 1984 diperoleh bahwa rata-rata produktivitas mikroalga dapat mencapai 15-25 gram/m2/hari. Nilai produktivitas ini masih 10% dibawah teori hitungan maksimumnya.

Berdasarkan hal tersebut, jika diasumsikan, rendemen minyak dalam mikroalga misalnya 30-50% dan waktu efektif 300 hari, maka untuk satu hektar lahan budibudaya dalam satu tahun akan dihasilkan minyak sebanyak 15,8-37,5 ton.

Hasil ini jauh lebih tinggi jika dibandingkan tanaman darat misalnya jarak 1,5 ton/hektar tahun atau sawit 3,3 - 6,0 ton/hektar/tahun. Biodiesel dapat dihasilkan dari berbagai sumber bahan yang terbaharukan baik tumbuhan maupun hewan.

Solar dari minyak tumbuhan/hewan ini diperoleh melalui proses transestrifikasi, yaitu dengan cara memanaskan pada suhu tertentu campuran alkohol dan minyak nabati dengan bantuan katalis basa atau asam misalnya NaOH atau H2SO4.. Katalis basa proses reaksinya lebih cepat, namun katalis basa dapat menyebabkan terbentuknya sabun sehingga rendemen biodiesel menjadi berkurang. Keuntungan biodiesel dibandingkan dengan solar konvensional antara lain adalah lebih ramah lingkungan, seperti bersifat biodegradable, dan nilai emisinya rendah. (Wahyuni, Mita, Dr.MS).

Penutup
Dengan mempertimbangkan bahwa Indonesia adalah negara kepulauan dan terletak di daerah tropis, maka kita mempunyai luasan perairan dan kemelimpahan jenis mikroalga yang sangat besar. Didukung dengan tingkat penguasaan teknologi budidaya alga yang telah berkembang di Indonesia.

serta banyaknya peneliti energi alternatif yang kita semestinya kita secara serius menggarap pemanfaatan Mikroalga sebagai salah satu pilihan sumber alternatif biodiesel yang potensial.

Tantangan Presiden SBY kepada Perguruan Tinggi dan atau peneliti untuk berlomba melakukan riset guna menemukan sumber energi alternatif, semestinya segera diikuti oleh kebijakan yang jelas disertai dukungan dana, sarana, dan lain-lain secara memadai, bila perlu pemerintah dalam hal ini Menristek, Departemen Pendidikan, LIPI dan BPPT (dan mungkin masih banyak sektor lainnya) berkoordinasi dan bersinergi menyusun program pencarian energi alternatif secara komprehensif dan terintegrasi dengan membentuk kluster-kluster berdasar sumber bahan bakunya (misal : kluster mikroalga, bioetanol, jarak, dan lain-lain).

Sehingga upaya pencarian suber energi alternatif dapat dilakukan secara terarah, tidak terkendala oleh minimnya dana, fasilitas, dukungan kebijakan dan lain-lain, dengan demikian dalam waktu yang tidak lama diharapkan penelitianpenelitian dapat segera membuahkan hasil dan segera mampu diprodnksi secara massal, sehingga kita mampu secara bertahap keluar dari jebakan tingginya harga minyak dunia yang sungguh sangat menyengsarakan masyarakat Indonesia. i-o (4133-2008)

Ditulis oleh Djoko Rahardjo, Staf Pengajar Fakultas Biologi, Universitas Kristen Duta Wacana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar