Mikroalga adalah mikroorganisme nabati yang hidup melayang-layang dalam
air, relatif tidak mempunyai daya gerak sehingga keberadaannya
dipengaruhi oleh gerakan air serta mampu berfotosintesis
Mikroalga umumnya bersel satu atau berbentuk benang, sebagai tumbuhan
dan dikenal sebagai fitoplankton. Fitoplankton memiliki zat hijau daun
(klorofil) yang berperan dalam fotosintesis untuk menghasilkan bahan
organik dan oksigen dalam air.
Sebagai dasar mata rantai pada siklus makanan di laut, fitoplankton
menjadi makanan alami bagi zooplankton baik masih kecil maupun yang
dewasa. Selain itu juga dapat digunakan sebagai indikator kesuburan
suatu perairan.
Namur fitoplankton tertentu mempunyai peran menurunkan kualitas perairan
laut apabila jumlahnya berlebihan. Contoh kelas Dinoflgellata tubuhnya
memiliki kromatopora yang menghasilkan toksin (racun), dalam keadaan
blooming dapat mematikan ikan.
Dewasa ini fitoplankton telah banyak dimanfaattkan untuk berbagai keperluan manusia antara lain bidang :
1. Bidang perikanan
Sebagai makanan larva ikan, dilakukan melalui isolasi untuk mendapatkan
satu spesies tertentu, misalnya Skeletonema. Kemudian dibudidayakan pada
bak-bak terkontrol pada usaha pembibitan ikan untuk keperluan makanan
larva ikan
2. Industri farmasi dan makanan suplemen
Fitoplankton mempunyai kandungan nutrisi yang tinggi digunakan sebagai
makanan suplemen bagi penderita gangguan pencernaan dan yang membutuhkan
energi tinggi. Contoh produk yang beredar dari jenis Chlorella.
3. Pengolahan limbah logam berat
Dalam pengolahan limbah logam berat fitoplainkton dapat digunakan untuk
mengikat logam dari badan air dan mengendapkannya pada dasar kolam.
Sehingga logam dalam air menjadi berkurang
4. Sumber energi alternatif biodiesel
Biomassa mikroalga selain mengandung protein, karbohidrat dan vitamin
juga mengandung minyak. Bahkan jenis mikroalga tertentu, misal
Botrycoccus braunii memiliki kandungan minyak yang komposisinya mirip
seperti tanaman darat dengan jumlah yang lebih tinggi bila dibanding
dengan kandungan minyak pada kelapa, jarak dan sawit.
Budidaya dan pemanfaatan mikroalga untuk tujuan komersial telah
berkembang dengan pesat dan seiring dengan munculnya krisis energi yang
diakibatkan oleh mahalnya bahan bakar fosil, maka penelitian untuk
menggunakan mikroalga sebagai sumber energi alternatif, intensif
dilakukan para peneliti mulai awal tahun 1980an.
Mikroalga Sebagai Sumber Energi Alternatif
Mikroalga memiliki kandungan minyak yang komposisinya mirip seperti
tanaman darat, bahkan untuk jenis tertentu mempunyai kandungan minyak
cukup tinggi melebihi kandungan minyak tanaman darat, seperti kelapa,
jarak dan sawit.
Mikroalga seperti Botrycoccus braunii, Dunaliella salina, Chlorella
vulgaris, Monalanthus sauna mempunyai kandungan minyak berkisar 40 - 85%
(sementara untuk kelapa hanya mengandung minyak sekitar 40 - 55%, jarak
mempunyai kandungan minyak 43 - 58% , dan untuk sawit berkisar 45 -
70%. (Borowitzka, 1998) dan (Pootet, 2006).
Semua jenis alga memiliki komposisi kimia sel yang terdiri dari
protein, karbohidrat, lemak (fatty acids) dan nucleic acids. Persentase
keempat komponen tersebut bervariasi tergantung jenis alga. Ada jenis
alga yang memiliki komponen fatty acids lebih dari 40%.
Dan komponen fatty acids inilah yang akan diekstraksi dan diubah menjadi biodiesel.
Secara teoretis, produksi biodiesel dari alga dapat menjadi solusi yang realistik untuk mengganti solar.
Hal ini karena tidak ada feedstock lain yang cukup memiliki banyak
minyak sehingga mampu digunakan untuk memproduksi minyak dalam volume
yang besar. Tumbuhan seperti kelapa sawit dan kacang-kacangan
membutuhkan lahan yang sangat luas untuk dapat menghasilkan minyak
supaya dapat mengganti kebutuhan solar dalam suatu negara.
Hal ini tidak realistik dan akan mengalami kendala apabila diimplementasikan pada negara dengan luas wilayah yang kecil.
Berdasarkan perhitungan, pengolahan alga pada lahan seluas 10 juta acre
(1 acre =0.4646 ha) mampu menghasilkan biodiesel yang akan dapat
mengganti seluruh kebutuhan solar di Amerika Serikat (Oilgae.com,
26/12/2006).
Luas lahan ini hanya 1% dari total lahan yang sekarang digunakan untuk
lahan pertanian dan padang rumput (sekitar 1 milliar acre). Diperkirakan
alga mampu menghasilkan minyak 200 kali lebih banyak dibandingkan
dengan tumbuhan penghasil minyak (kelapa sawit, jarak pagar, dan
lain-lain) pada kondisi terbaiknya.
Hasil riset National Renewable Energy Laboratory Colorado menunjukkan
bahwa untuk luasan areal yang sama mikroalga dapat menghasilkan minyak
30 kali lebih banyak dibandingkan tanaman darat. Hasil penelitian
Shifrin pada tahun 1984 diperoleh bahwa rata-rata produktivitas
mikroalga dapat mencapai 15-25 gram/m2/hari. Nilai produktivitas ini
masih 10% dibawah teori hitungan maksimumnya.
Berdasarkan hal tersebut, jika diasumsikan, rendemen minyak dalam
mikroalga misalnya 30-50% dan waktu efektif 300 hari, maka untuk satu
hektar lahan budibudaya dalam satu tahun akan dihasilkan minyak
sebanyak 15,8-37,5 ton.
Hasil ini jauh lebih tinggi jika dibandingkan tanaman darat misalnya
jarak 1,5 ton/hektar tahun atau sawit 3,3 - 6,0 ton/hektar/tahun.
Biodiesel dapat dihasilkan dari berbagai sumber bahan yang terbaharukan
baik tumbuhan maupun hewan.
Solar dari minyak tumbuhan/hewan ini diperoleh melalui proses
transestrifikasi, yaitu dengan cara memanaskan pada suhu tertentu
campuran alkohol dan minyak nabati dengan bantuan katalis basa atau asam
misalnya NaOH atau H2SO4.. Katalis basa proses reaksinya lebih cepat,
namun katalis basa dapat menyebabkan terbentuknya sabun sehingga
rendemen biodiesel menjadi berkurang. Keuntungan biodiesel dibandingkan
dengan solar konvensional antara lain adalah lebih ramah lingkungan,
seperti bersifat biodegradable, dan nilai emisinya rendah. (Wahyuni,
Mita, Dr.MS).
Penutup
Dengan mempertimbangkan bahwa Indonesia adalah negara kepulauan dan
terletak di daerah tropis, maka kita mempunyai luasan perairan dan
kemelimpahan jenis mikroalga yang sangat besar. Didukung dengan tingkat
penguasaan teknologi budidaya alga yang telah berkembang di Indonesia.
serta banyaknya peneliti energi alternatif yang kita semestinya kita
secara serius menggarap pemanfaatan Mikroalga sebagai salah satu pilihan
sumber alternatif biodiesel yang potensial.
Tantangan Presiden SBY kepada Perguruan Tinggi dan atau peneliti untuk
berlomba melakukan riset guna menemukan sumber energi alternatif,
semestinya segera diikuti oleh kebijakan yang jelas disertai dukungan
dana, sarana, dan lain-lain secara memadai, bila perlu pemerintah dalam
hal ini Menristek, Departemen Pendidikan, LIPI dan BPPT (dan mungkin
masih banyak sektor lainnya) berkoordinasi dan bersinergi menyusun
program pencarian energi alternatif secara komprehensif dan terintegrasi
dengan membentuk kluster-kluster berdasar sumber bahan bakunya (misal :
kluster mikroalga, bioetanol, jarak, dan lain-lain).
Sehingga upaya pencarian suber energi alternatif dapat dilakukan secara
terarah, tidak terkendala oleh minimnya dana, fasilitas, dukungan
kebijakan dan lain-lain, dengan demikian dalam waktu yang tidak lama
diharapkan penelitianpenelitian dapat segera membuahkan hasil dan segera
mampu diprodnksi secara massal, sehingga kita mampu secara bertahap
keluar dari jebakan tingginya harga minyak dunia yang sungguh sangat
menyengsarakan masyarakat Indonesia. i-o (4133-2008)
Ditulis oleh Djoko Rahardjo, Staf Pengajar Fakultas Biologi, Universitas Kristen Duta Wacana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar